SURAT TERBUKA UNTUK MENTERI PENDIDIKAN YANG BARU
Dear bapak menteri yang baru,
Salam hormat saya untuk bapak, semoga bapak selalu dalam keadaan sehat
waalfiat.
Kenalin pak, nama saya Barry Eko Lesmana. Saya masih mahasiswa pak. Belum tamat-tamat
sampe sekarang. Padahal adik-adik kelas udah pada banyak yang wisuda loh. Terbayang-kan-pak,
gimana perasaan saya?
“Perih?”
“Bangeeet pak.”
Apalagi nih pak, kemarin ada adik
kelas saya yang ngebully, dia bilang gini ;
“eh, aku udah mau kelar S2,
abang belum juga wisuda-wisuda. Ya udah, tungguin nanti aku jadi dosennya abang,
biar aku bantu wisudanya”
Lalu dia ketawa kegirangan gitu. Kampretkan pak?
Tapi saya sih sabar pak. Wisuda itu menurut saya, cuman perkara waktu. Apalagi,
wisuda juga bukan kompetisi siapa cepat dan juga bukan adu-aduan IPK—emang cupang
di adu.
Banyak juga kok temen saya yang IPK
nya tinggi, tapi ketika di uji, bego juga. Kalau saya sih komplit pak, udah IPK
rendah, kadang juga suka bego--apalagi kalo habis makan pak.
Eh tapi, mau bagaimanapun negeri ini
memang mendidik manusianya untuk berkompetisi sih pak. Semua berebut untuk
menjadi yang pertama dan beranggapan yang terakhir itu gak pintar. Pemalas. Tak
dianggap.
Padahal, belum tentu yang terakhir
itu gak bisa kan pak. Atau bidangnya memang bukan itu.
Misalnya contohnya yang ini. Bapak tahu
kan yang duduk-duduk nyantai di Senayan sana? Gak semuanya politisi kita bodoh, Sebagian ada
juga yang pintar. Sebagian lagi, yah gitu deh. Mereka itu saya yakin gak
semuanya yang wisudanya cepat atau IPK nya tinggi. Tapi buktinya mereka juga
bisa menjadi penentu kebijakan. Suara rakyat loh yang mereka perjuangin. Tapi gak
tahu juga, rakyat yang mana. Bapak tahu?
Oh iya, omong-omong bapak juga kenak bully yah?
Soalnya saya ada baca postingan yang dibagikan oleh rekan sejawat se-dunia
maya. Mereka rata-rata mengkritisi ide bapak. Itu loh, ide yang pingin membuat
sistem sekolah full day buat adik-adik siswa SD dan SMP. Saya juga kemarin
sempat naik pitam loh pak, sama ide tersebut. Di kemudian saya baru sadar,
ternyata saya baca media onlen yang kadang isinya bukan berita tapi cuman opini
penulisnya. Sekarang memang lagi booming media yang begituan pak. Semoga bapak
setrong yah. Contoh tuh buk susi. Teman sepatriot bapak sesama menteri. Dulu pertamanya
juga abis kenak gilas sama media yang begituan pak.
Tapi bapak masih untung loh. Ide bapak tentang sekolah full day itu gak di
kritisi oleh abangnda Jonru. Doi lagi sibuk ngurusin ahok kayaknya. Kalau seandainya
blio terpanggil buat mengkritisi, wah bisa habis bapak sama followernya yang
jutaan itu.
Bapak Menteri yang tersayang,
Saya pribadi, sangat mendukung ide bapak tentang sistem sekolah tiap hari itu. Saya
pikir, itu juga bagian dari penghematan pengeluaran hidup sehari-hari. Bayangin,
jika anak-anak lebih banyak waktunya habis di sekolah, orangtuanya gak perlu
repot-repot lagi membayar jasa penjemputan anak. Atau jasa bebisiter buat
ngejagain anaknya dirumah. Sekolah di antar, pulang juga bisa bareng
orangtuanya pulang kantor. Beda banget dengan saya pak. Bapak saya gak ngantor.
Ibu saya juga. Maklum pak, saya tinggalnya di desa. Mungkin sampel pengambilan
ide bapak itu cuman berlaku di perkotaan deh. Lalu bagaimana nasib adik-adik
yang saban pulang sekolah dia membantu orangtuanya berkerja pak? Jadi gak bisa
bantu orangtua deh mereka pak. Sedih saya pak.
Atau bagaimana dengan adik-adik kita yang di Papua pak? Bapak pernah nonton
siaran TV punya pak Paloh itu kan. Saya pernah nonton waktu itu. Adik-adik di
papua menempuh perjalanan ke sekolah
yang nauzubilah jauhnya pak. Dan itu jalan kaki. Kalau pulangnya di jam 5, mau
sampai jam berapa di rumah mereka pak?
Bukankah PENDIDIKAN YANG
MERATA ITU, TIDAK BERARTI HARUS SAMA?
Bapak menteri yang kece,
Saya membaca artikel tentang bapak. Dan saya sangat kagum atas prestasi
yang bapak capai bersama Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Gak sia-sia
bapak jadi rektor 16 Tahun disana. Saya lihat teaser profile kampusnya di
youtube pak. Keren banget. Apalagi banyak mahasiswa asing yang belajar disana. Apalagi
dengan fasilitas yang waaw banget. Dan saya denger-denger, disana juga wajib
berbahasa arab dan bahasa inggris. Kece banget kampusnya. Salut saya pak. Di
masa kepemimpinan bapak, UMM mampu menjadi destinasi mahasiswa asing untuk
belajar di Indonesia.
Oh iya, bapak kenal Rosa Dahlia? Itu loh, kakak-kakak yang sama kayak Butet
Manurung. Yang malah pergi ke pelosok negeri buat ngajar
anak-anak pedalaman pak. WOOII! kak Rosa dan kak Butet, lihat itu pak menteri
pendidikan kita. Dia gak cuman mikirin tentang pendidikan buat dalam negeri
lagi loh, udah berpikir buat orang-orang luar negeri. Ini malah ngebolang
jauh-jauh.
Eh tapi pak, mengenai konsep Nawacita yang di usung oleh pak presiden,
jangan-jangan maksudnya untuk adik-adik yang seperti ini—daerah pelosok – gak?
Adik-adik ini yang harusnya kita benahi lagi sistem pendidikannya. Kita benahin
lagi fasilitas pendukungnya. Orang kota kayaknya udah kelar sama urusan yang
beginian deh pak. Emang sebelum bapak dilantik menteri, pak Anies gak nyeritain
pengalamannya ngunjungi daerah-daerah pelosok? Wah Pak Anies solo nih, main
tunggal. Masa iya, pak menteri baru gak diceritain tentang masalah-masalah
pendidikan di daerah-daerah terpelosok. Malah jadi salah ambil keputusan kan pak menterinya. Waduuh. Tanyain
tuh deh pak sama Pak Anies, biar bapak gak dibully lagi . biar makin banyak
stok ide untuk pembenahan pendidikan Indonesia.
Pak menteri yang baik lagi budiman dan rajin mengaji,
saya juga sepakat dengan ide bapak tentang penghapusan Ujian Nasional. Memang udah
saatnya buat ngapus ujian yang gak berperikesiswaan itu pak. Gak sebanding
rasanya penentuan masa belajar 3 tahun di hitung dari hasil ujian nasional. Apalagi
tuh, soalnya yang nauzubilah banget banyak paket-paketnya. Untung saya cuman
dulunya cuman 2 paket. Masih bisa lirik temen. Eh tapi percuma nanya sih, kan
guru juga ngasih kunci jawaban. Apalagi sekarang kabarnya ada juga kunci jawaban
yang bisa dibeli. mungkin bapak pernah denger cerita tentang kecurangan ini yah
pak.
Bapak Muhadjir Effendy,
Besar harapan saya kepada bapak untuk pendidikan anak indonesia. Dulu saya
sempat berharap banyak kepada pak Anies Baswedan. Saya berkeyakinan, pak Anies
digantikan oleh orang tepat. Orang yang mendedikasikan hidupnya di dunia
pendidikan. Pak, jika boleh saya berpendapat. Terus terang saya tidak sepakat
dengan tujuan bapak yang ingin membenahi pendidikan indonesia untuk menciptakan
tenaga-tenaga kerja yang berdaya saing. Menurut saya, pendidikan (baca;ijazah) bukan untuk menjadikan kita menjadi manusia
calon pekerja. Ada banyak orang yang mempunyai kemampuan pak, tapi karena
ketidakadaan ijazah, mereka dianggap tidak mampu bersaing dengan yang punya
ijazah. Sekarang, saya berkerja di bidang desain pak. Saya tidak sekolah
jurusan desain. Saya mahasiswa pendidikan. Tapi saya masih bisa mempelajarinya
secara otodidak. Lalu apa hubungannya dengan maksud saya ini?
Jawabanya sederhana pak. Saya bisa,
karena bidang itu saya sukai. Dunia pendidikan hari ini bukan mendidik manusia
mencintai apa yang ia suka pak. Bapak boleh lihat atau tanya orangtua tentang
prestasi apa yang ingin anaknya raih?.
Rata-rata, yang jago matematika, jago fisika ataupun bahasa inggris adalah
yang paling mereka banggakan. Bagaimana dengan nasib anak-anak yang hanya suka
coret-coret kertas? Atau yang sukanya olahraga? Atau suka musik?
Di negeri ini, anak-anak seperti ini
dianggap tidak berprestasi, pak.
Kita tidak akan mampu meningkat kualitas pendidikan indonesia pak, jika disekolah masih menerapkan sistem
penyamaan kemampuan. Tak ada yang sama didunia ini pak. Begitu juga dengan
kemampuan. Saya pikir, salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan
indonesia dengan memberikan tempat untuk setiap anak, belajar sesuai bidang
yang mereka ingini. Bapak bisa bayangkan bagaimana kemampuan seseorang jika
dari kecil ia belajar apa yang ia suka. Apa yang ia cintai. Misalnya, anak yang menyukai sepakbola, ia
masuk di sekolah Jurusan Sepakbola. Jika ia mencintai seni, ia masuk ke sekolah
jurusan seni. Dan ini baik dimulai sejak dini. Begitulah sejatinya pendidikan
menurut saya pak.
Pendidikan itu untuk kembali
memanusiakan manusia pak. Bukan menciptakan generasi pekerja. Apa guna ia
menjadi pekerja yang terbaik, jika ia gagal menjadi manusia. Dan nilai-nilai
itu tidak hanya didapatkan di sekolah pak. ada banyak hal luarbiasa di luar
sana. Biarkan mereka tumbuh secara alami. Dengan bermain, mereka tumbuh sebagai
manusia seutuhnya. Itu yang kita butuhkan pak. MENDIDIK UNTUK MEMANUSIAKAN MANUSIA.
Pendidikan Indonesia berada di orang yang tepat,
saya mendukung pak Muhadjir Effendy, untuk merevolusi mental pendidik,
merevolusi mental anak didik, merevolusi mental pendidikan itu sendiri.
Salam hormat saya.
Wassalam.
0 komentar:
Posting Komentar