Bagaimana rasanya menjadi mahasiswa drop out?
13 desember 2017
Bagaimana rasanya menjadi mahasiswa drop out? Mungkin ini
fase terburuk bagi seseorang yang melakoni hidup menjadi seorang mahasiswa.
Kuliah lebih dari standar dan menempuh perjalanan yang amat berliku. Yah begitulah
jalan takdir.
Dan sekarang saya sampai pada tahap tersebut. Perjalanan yang
teramat menyenangkan, perjalanan yang teramat mengharukan. Melewati proses dari
kuliah baik-baik dan bertekad untuk menyelesaikan kuliah 3 setengah tahun.
Melewati proses menjadi mahasiswa baru yang canggung dengan kehidupan kota. Melewati
menjadi mahasiswa tak beraturan, hidup keluar warnet. Sempat menjadi penjudi. Sempat
menjadi peminum miras. Sempat mencicipi narkoba. Sempat berbuat jahat dengan
wanita. Semua hal buruk mungkin pernah di coba selama ini. Sempat merasakan
menjadi aktivis mahasiswa. Dan akhirnya, hidup menuntun ke arah yang disepakati
bahwa ini adalah jalan yang musti di pilih. Dan hingga akhirnya drop out adalah
kenyataan yang harus diterima.
Tak ada yang ingin sampai di posisi ini. Dan juga ini
bukanlah bentuk ketidakadilan tuhan. Bukan. Ini murni salah diriku sendiri. Tapi,
saya berprasangka baik, inilah jalan hidup yang harus saya tempuh untuk menjadi
manusia seperti apa yang saya cita-citakan.
Melewati proses menjadi mahasiwa tingkat akhir yang
menggarap skripsi, sempat ujian proposal, namun tidak bisa melajutkan ke ujian
sarjana karena ada nilai yang bermasalah. Dan punya kesempatan untuk melewati
itu semua asalkan bisa membayar uang yang tidak dibayarkan—ada uang kuliah yang
diberi orangtua saya tidak saya bayarkan hingga beberapa semester.
Namun kadang, rencana
tidak selalu berjalan mulus. Berupaya sekuat mungkin untuk bisa membayar, namun
saat keuangan itu sanggup, harus memilih untuk mendahulukan adik yang sedang
butuh uang untuk masuk kuliah atau menyelesaikan uang tersebut untuk membayar
kuliah. Lagi-lagi waktu mengajarkan untuk mengalah. Saya memilih untuk
memberikan uang itu ke adik saya. Dan
harus menerima nasib tidak bisa
menyelesaikan kuliah tepat di 7 tahun disaat teman yang satu permasalahan bisa
selesai dan menjadi sarjana.
Kemudian, sudah berusaha untuk bisa membayar stambuk – saya ingat,
uang saya kurang 3 juta lagi untuk bisa membayar dan mengurus semuanya--,
lagi-lagi tiada yang mampu membantu. saya Sudah berusaha. Bingung. Galau. Stress
berat. Dan sempat merasakan tidak punya masa depan. saya melalui hari dengan
segala bentuk ketidakpercayaan diri yang sangat teramat jauh jatuhnya. Tapi saya
beruntung ada orangtua, ibu saya dan papa saya yang selalu support saya dan “menerima”
jika ia di khianati oleh anaknya sendiri. Dan merelakan uang untuk
menyekolahkan saya selama ini terbuang sia-sia tanpa bisa menghasilkan gelar
sarjana oleh anaknya. Di fase ini memang saya anak paling durhaka. Tapi saya
bertekad, saya akan menjadi sarjana. Bagaimanapun jalannya.
Hingga akhirnya saya
sampai di suatu titik yang mengantarkan saya berpikir, kenapa harus takut jika yang
menjamin hidup, rezeki, jodoh adalah Allah. Disitulah saya mulai berpikir untuk
berdamai dengan masa lalu. Berdamai dengan keadaan hari ini. Toh, jika memang
pintu ini tertutup, bukankah masih ada berpuluh juta pintu yang masih terbuka? Yang
pada akhirnya saya berterimakasih kepada Allah, bahwa ialah sumber tenang yang
saya rasakan sekarang. Saya memang bukanlah manusia yang taat. Masih sering
buat dosa. Masih sering terpukau dengan kelebihan nikmat. Tapi saya beruntung
Allah masih kasih saya ilham untuk berpikir masih ada plan B. Masih ada jalan
lain. dan ini bukanlah kiamat. Kenapa harus takut jika semuanya sudah
ditakdirkan Allah? Dan inilah jalan takdir yang saya pilih, dan saya yakin
insya Allah jalan ini jauh lebih baik dari yang pernah saya lalui sebelumnya.
Meskipun saya yakin, bahwa plan b yang saya pilih tidak akan
pernah berjalan lacar, tapi saya yakin, saya juga bakalan bisa melewati
semuanya. Bukankah jalan tuhan selalu seperti itu?
Yang pada akhirnya saya belajar banyak hal menjadi pribadi
yang mungkin jauh lebih berbeda. Menjadi pribadi yang ingin belajar lagi. Saya belajar
banyak pada waktu. Saya belajar banyak pada kesulitan. Dan waktu mengajarkan
banyak hal.
Sampai ditahap sekarang memang sesuatu hal yang tak pernah
di inginkan. Berjuang mencari tambahan uang jajan dengan belajar apasaja yang
bisa di hasilkan. Pada momen ini tuhan memang sangat teramat baik. Sangat
sangat sangat baik.
Saya mendapat apa yang mungkin tidak di dapatkan orang. Saya
belajar menjadi orang yang berusaha bertanggung jawab meskipun saya seringkali
terjebak dengan malas. Terjebak dengan melalaikan pekerjaan. Tapi ini saya,
saya ingin lebih baik lagi.
Dari perjalanan ini, mungkin kesalahan masa lalu yang
membuat saya sampai ketahap sekarang. Saya yang menanam kegagalan itu
berhari-hari, berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Inilah hasil dari yang saya
tanam. Memang sulit sekali menjadi pribadi baik yang bisa bertanggung jawab. Dan
saya memang belum sampai ke pribadi tersebut.
Tapi saya bersyukur. Tiada yang sia-sia yang tuhan pilihkan.
Saya memang tumbuh tidak dengan menajdi mahasiswa yang rajin. Malah sebaliknya.
Tapi saya tumbuh dengan skill lain. saya memilih berjuang dengan passion yang
saya yakini. Meskipun tidak hebat-hebat banget. Tapi saya beruntung, saya
mendapat apa yang saya kerjakan selama ini.
Apa rasanya menjadi mahasiswa drop out? Jawaban saya adalah
tenang. Mungkin, ini salah satu kata yang menjadi kenyataan yang pernah saya
ucapkan dulu. Saat saya tidak terlalu memprioritaskan kuliah dan orangtua
bertanya, saya selalu menjawab, “eko akan berjuang bu sampai sarjana. Batas eko
di uir ini adalah DO.” Meskipun nyatanya saya tidak pernah berjuang untuk itu.
dan kata-kata itu memang menjadi kenyataan. Makanya, berucaplah dengan yang
baik-baik, hehehee.
Terus bagaimana rasanya menjadi mahasiswa drop out? Jawaban saya
sekali lagi tenang. Mungkin teman-teman tidak tahu, bagaimana satu tahun ini
saya melewati hari dengan segala ketakutan, kebencian, dan suka minder. Apalagi
saat melihat orang-orang menyelesaikan kuliahnya. Saya teramat sedih. Dalam bathin
saya, saya harusnya juga bisa seperti itu. bayangin, saya selalu trauma melihat
orang wisuda.
Dan diperparah lagi ketika saya ditanya apakah sudah selesai,
dan saya selalu tidak bisa menjawab pertanyaan itu. saya selalu berkelit bahwa
saya sedang mengurus stambuk. Meskipun apda kenyataannya saya tidak pernah
mengurus stambuk karena ketiadaan uang dan ketakutan menghadapi birokrasi
kampus. Dan pada akhirnya saya sekarang tidak perlu lagi berkelit menjawab
berusaha menghilangkan malu untuk mengatakan saya ganti stambuk. Saya sekarang
mahasiswa drop out kuliah.
Mungkin bagian seorang, inilah masa teramat hina. Benar banget.
Ini sangat sangat hina. Terus apakah saya harus meratapi ini semua lagi?
menjadi stress berat lagi? Mungkin tidak. Saya yakin, hanya satu pintu yang
tertutup, pintu lain tidak.
Sekarang saya belajar banyak hal. Kuliah, yang jika selama
ini hanya sekdar mendapatkan ijazah, tidak lagi menjadi jawaban saya. Saya ingin
kembali kuliah untuk mendapatkan ilmu yang saya butuhkan sekarang. Saya ingin
di akui sebagai orang yang profesional seperti bidang yang saya geluti. Saya akan
kembali kuliah, meskipun saya menambah jatah waktu lagi. Tidak masalah. Yang penting
saya sarjana dengan ilmu yang bisa saya berikan dan pertanggungjawabkan. Tidak ada
kata tua untuk belajar. Meskipun dengan keadaan yang mungkin berbeda. Dan saya
yakin, teramat yakin, jika Allah yang menjamin jalan saya. Selalu ada jalan.
Insya Allah, ini adalah tahun terbaik saya dalam mendapatkan
pelajaran baik. Tunggu saya menjadi orang yang betul bisa bermanfaat bagi
banyak orang dan terbaik dari yang terbaik. Karena saya yakin, Allah akan
mewujudkan semua niat baik dan proposal hidup saya.
Alhamdulillah.










0 komentar:
Posting Komentar