ANDAI HUJAN TAK BERPELANGI

05.53 B.E Lesmana 0 Comments



ANDAI HUJAN TAK BERPELANGI


BY : BARRY EKO LESMANA




Lama kupandangi langit-langit kamarku, menerawang entah kemana. Kembaliku teringat ucapan ibu disaat selesai sholat maghrib tadi. Jujur aku tak terima dengan keputusannya. Keputusan untuk menjodohkan aku dengan wanita pilihannya. Tapi, Tak tega rasa hati ini membuatnya sedih lagi.  Cukup kejadian 15 tahun lalu yang membuat hatinya begitu berduka oleh sikap ayahku yang pergi meninggalkannya dan beristri lagi. Ku ingat ketika itu aku masih berumur 7 tahun, dan adik perempuanku Nayla masih berumur 2 tahun 3 bulan. Disaat aku dan adikku masih membutuhkan kasih sayang seorang ayah, dan harus kuterima kenyatan takdir tuhan ini. Tapi satu hal yang membuat ku begitu bangga kepada ibu. Tak ada sedikit pun ajaran untuk membenci ayah, dan terkadang aku selalu mengatakan bahwa aku sangat membenci ayah, tetapi ibu selalu memberikan nasehat bahwa jangan lah membenci ayah, karena bagaimanapun dia adalah ayahmu.  Memori itu selalu kuingat sampai saat ini.
Ku hela nafas panjang, entah mengapa aku kembali membayangkan kisah yang telah ku  anggap selesai itu. Kucoba untuk memejamkan mata, dan melupakan kisah 15 tahun lalu. Perlahan bayang-bayang itu hilang, tapi perkara lain yang hinggap di otak kecil ku. Yaitu masalah penjodohan oleh ibuku dengan nisha anak dari seorang ustad  yang masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan keluargaku. Karena ibu menilai nisha merupakan calon istri sholeha dan  dianggap cocok sebagai pendampingku kelak .
jujur aku tak mampu untuk menerimanya masuk kedalam perasaan hatiku. Karena mimpi mencintai seseorang tak dicintai itu sama saja dengan mengingat orang tak pernah dikenal sebelumnya.
“mengapa harus aku yang dijodohkan!” ungkap ku sendiri
Kututup mukaku dengan kedua telapak tanganku, mencoba untuk melupakan hal-hal yang mengait kuat dibenakku. Lama kut ermenung dan tak kuat rasanya membayangkan beban berat yang dipikul ibu atas penolakan dengan rencana tersebut.kubayangkan sosok ibuku ditengah kegelapan rasa yang tertunduk lemas tak bersuara bagai balam bisu.
arghhh!!!!
aku tak ingin lihat ibuku seperti itu dan bila itu terjadi, akulah anak yang paling durhaka terhadap orang tuanya. Kucoba untuk berpikir jernih, mencoba mengalir bagai air sungai yang tenang.  Kupikir baik-baik keputusan ibu tadi.
“yah,aku terima keputusan itu, mungkin inilah yang terbaik untukku”kataku dalam hati.

setitik cahaya terang bagai berbunga-bunga atau ibarat padang bunga yang indah menghiasi pikiranku, keputusanku sudah bulat dan aku tak ingin mengecewakan ibu.
Kuhampiri ibu yang sedang duduk santai sambil membaca buku dikursi goyang peot yang tak tahu lagi sudah berapa lama dia berdiri tegar disudut ruangan tengah itu
“bu…”
“iya, ada apa arman” ujar ibu mengiyakan panggilanku
“aku setuju dengan rencana ibu kemaren”jawabku singkat
‘ibupun kembali menatapku dengan rasa seksama dan penasaran apakah aku benar-benar mengamini rencananya kemaren.
“itu serius man?” tanya ibu sekali lagi
“iya bu,serius” jawabku
“apakah kau tak keberatan dengan itu?”tanya ibu seolah menanya pendapatku
“tidak bu, itu kulakukan karena arman sayang sama ibu” kataku
Ibu pun lansung memeluk erat badan kurusku. Dan mengusap seluruh rambut ikal seperti yang sering dilakukan ibu saat ku kecil. Dan tak terasa air mata ibu keluar perlahan menetes mengalir dipundakku
“mengapa ibu menangis?”tanya ku heran
“ibu merasa bersalah telah menghancur  harapanmu??” jawab ibu
“maksudnya?”tanya ku semakin tak mengerti
“iya, ibu tahu pilihan ibu sangat  menyakitimu” kata ibu menatab ku
Kupegaang pundak ibu, kutatap matanya yang sudah basah oleh air mata tadi
“tidak bu, arman yakin pilihan ibu yang terbaik untukku” kataku meyakinkannya

                ***

Pagi itu kurasakan lembutnya embun pagi dan sejuknya pagi shubuh, merasuki lembut sumsum tulang-tulangku.tak tampak sedikit pun mentari pagi akan menggerayangi dunia memberikan sisa-sisa cahaya indahnya. Memang pagi itu langit pagi terlihat gelap, mungkin butir-butir hujan telah tak tahan untuk mengucur deras membasahi bumi kering ini. Rencananya siang nanti akan  dilaksanakan prosesi ijab-kabul pernikahanku dengan nisha dimesjid yang tak jauh dari rumahku, mesjid nurul huda, ya, itulah yang menjadi saksi mati tentang perjalanan cinta hidupku.
Perasaan galau pun menghinggapi bathinku. Seolah aku tak yakin dengan keputusanku kemarin. Apakah aku sanggup???. Itulah tanda tanya yang menjajal otakku. Kumantabkan pikiranku. Pasti ini yang terbaik untukku.
Prosesi ijab-kabul terasa khidmat meski siang itu diguyur hujan. Dan resmilah aku sebagai suami dari khairun nisha alshailamah. Kulihat kesudut mesjid dan kudapati ibu ku sedang duduk bersama adikku,kulihat  Terpancar senyum indah dari bibir ibuku, dan matanya terlihat menetes bahagia.
***
2 bulan setelah pernikahanku dengan nisha timbul masalah baru yaitu tak ada sedikitpun tanda-tanda sayang ku terhadap nisha. Aku merasa gerah bila berada disisinya, dan aku lebih senang menghabiskan sisa-sisa hariku dengan teman-teman sesama photografer. Bahkan intensitas bicara pun hanya sedikit dan itu hanya terjadi pada malam hari ketika aku pulang dari rutinitasku, dan itu pun hanya sekali-kali aku bicara padanya selebihnya aku lansung tidur karena kecapekan. Entah apa yang ada dibenakku, dan aku juga merasa menyesal telah menyia-nyiakan hari-hari bahagianya, dan aku merasa gagal menjadi suami yang ia harapkan selama ini. Tapi rasa penyesalan itu hanya berlaku ketika kulihat ia dengan wajah iba ketika ia ku acuhkan.
Tapi tak ada sedikitpun  rasa jenuh untuk mengabdi sebagi seorang istri meskipun aku tak menganggapnya sebagai seorang istriku. Sungguh jahatnya aku!.
Konfliknya terjadi ketika umur pernikahan kami masuk bulan ke 7, saat itu dia mengajakku untuk makan siang dirumah. Karena dia sudah rindu makan berdua dirumah. Akan tetapi aku menolak karena aku beralasan ada kerja diluar, dia terus memohon manja kepadaku. Entah apa yang ada dibenakku saat itu, aku malah marah kepadanya, dan aku malahan  memaki-makinya. Aku berkilah bahwa tak pantas seorang istri mengatur suaminya. Dan mungkin itu alasan yang tak masuk akal, tapi itulah yang kukatakan padanya. Tak terasa  Meneteslah airmata di pipi nisha, dia hanya bisa diam mendengarkanku memarahinya. Duduk diam sambil menangis terisak-isak. Aku pun hanya berlalu meninggalkannya seolah tidak merasa bersalah.
3 hari aku tidak pulang kerumah setelah kejadian siang itu. Aku numpang menginap dirumah seorang teman sesama photografer. Setelah 3 hari tanpa pulang dan menjadi seorang pecundang,  Aku pun berniat pulang. Sesampainya dirumah kubuka pintu yang tak tertutup, aku pun masuk. Kulihat kesekeliling, tak kudapati batang hidung istriku. Aku pun berangsur pergi kebelakang. Disanalah kudapati istriku sedang mencuci pakaian ku. Walaupun dia sedang hamil 5 bulan tapi dia masih kuat bekerja dan melayaniku seperti biasa tanpa ada rasa dendam dengan tingkahku kemarin.
“abang???udah pulang??”kata nisha mengajaku berbicara sambil meninggalkan cuciannya
“iya, aku capek”kataku singkat
“nisha bikin minuman bang??”tawar nisha kepadaku
“iya, badanku terasa pegal-pegal”kataku
dengan sigap dia menyiapkan secangkir teh hangat kehadapanku.
“nisha  siapkan air panas dulu buat abang mandi,biar lebih segar” kata nisha meninggalkanku
Lama kupandangi nisha, mataku ku seolah mengikuti setiap langkahnya dan terhenti ketika nisha menghilang disebalik dinding dapur. Terpikir didalam kusendirian
“oh, inikah istriku? “ tanya ku dalam hati
“bagaimana bisa aku bisa sebodoh ini??” kataku memaki-maki diriku sendiri.
aku terlalu larut dengan perasaan ingin memilki wanita yang selama ini aku idam-idamkan, wanita cantik yang slalu kulihat ketika memotret para model-modelku.
Tiba-tiba khayalan  itu lenyap ketika sebuah sapaan lembut memanggilku dari samping.
“bang, air nya sudah siap, sekarang abng mandi lah lagi” kata nisha istriku
Aku pun hanya berlalu kekamar mandi tanpa menjawab pertanyaan nya. Kulihat sekilas wajah nisha yang berubah cemberut ketika aku hanya  berlalu meninggalkannya.
Ketika aku selesai mandi, kulihat istriku sudah menyiapkan pakaian untuk malam ini.
Aku pun memakainya, dan  lansung menuju kasur untuk beristirahat.
“bang???” kata nisha
“iya” jawabku singkat
“sini, nisha pijitin abng,katanya tadi capek?” tawar nisha
Aku pun hanya mengangguk,tanpa menjawab tawarannya tadi
Kurasakan jari-jari lembutnya ketika menempel dipunggungkan, terbesit rasa sesal, yang lagi-lagi terpikir oleh otakku.
Pagi itu kurasakan tubuhku terasa segar, dan tak terasa berat lagi dipundakku. Mungkin karena pijit dari istriku tadi malam.
Perlahan aku bangkit dari tempat tidur menuju meja makan. Ternyata secangkir susu dan sepiring nasi goreng telah tersaji disana. Aku pun lansung mengambil posisi karena cacing diperutku pun sudah berteriak meminta makan.
Ketika ku sedang asyik menikmati sarapan pagi itu, sarapan yang begitu enak dilidahku. Begitu lezat makanan buatan istri ku selama ini. Dan aku pun baru menyadarinya. Sesalku. Tiba-tiba aku terkagetkan pekikan istri ku dari belakang.
Aku pun beralri menuju kearah suara itu. Kudapati istri ku terkapar dikamar mandi dengan darah bersimbah dikakinya.
“bang, tolong..” rintihnya kepadaku
“iya, kamu harus kuat, kita harus kerumah sakit” kataku memapahnya menuju mobil untuk segera kerumah sakit.
Setiba  dirumah sakit aku pun lansung menelpon ibu dan uminya nisha, mengabarkan kejadian itu. Tak berapa menit kemudian ibuku datang bersama adikku nayla
“kenapa kak nisha bang?”tanya nayla kepadaku
“dia terjatuh dikamar mandi” kataku singkat
Tak beberapa jam kemudian umi dan abi nya nisha datang kerumah sakit
“bagaimana keadaan nisha man?”tanya abi nisha kepadaku
“belum tau bi, dokter belum mengabari”kataku
Tak lama kemudian dokter pun keluar, dan memanggil ku
“gimana dok,keadaan istri saya?”tanya ku dengan rasa cemas
“sudah lumayan pendarahannya, tapi mesti perlu istirahat” jawab dokter singkat

***
Esoknya nisha pun sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Aku pun bahagia karena istriku sudah tidak apa-apalagi. Tapi untuk sementara  nisha tinggal di rumah orangtuanya agar ada yang menjaganya ketika ku pergi kerja.

Hari itu seperti biasa aku berangkat kerja menuju studio poto yang biasa  aku lakoni setiap hari. Pagi itu nisha memanggilku dari kamar. Akupun segera menjenguknya
“ada apa? Apa yang sakit?” tanya ku
“ngga ada bang, Cuma nanti siang makan dirumahnya, nisha  rindu makan bersama dengan abang?”ajak nya
“iya,nanti aku pulang” kata ku kepada nisha
Aku pun beranjak pergi darinya, tapi tangannya memegang tanganku.langkahku pun terhenti
“apa?”tanya ku heran
“aku ingin dikecup keningku?”rengeknya manja
Aku pun hanya tertawa, dan lansung satu kecupan mendarat dikeningnya.
Diperjalanan menuju studio teringat kecupan yang aku berikan kepada nisha. Terpikir begitu indah dan sulit dilupakan.
“coba aku seperti ini dari dulu” kataku dalam hati


Siang itu tiba-tiba telepon genggam ku berdering, dan kulihat nisha menelponku.
“halo, iya dek” kataku biasa memanggilnya dengan s ebutan adek
“nisha mau dibawain bunga mawar yah bang” pinta nisha kepadaku
“buat apa”tanya ku heran
“ngga ada,lagi pengen aja” jawab nisha singkat
“iya nanti aku belikan, bentar lagi aku pulang kok?” kataku
“iya,jangan lupa cepet pulang yah sayang?” kata nisha manja kepadaku
“iya sayang”jawabku begitu girang

***
Siang  itu cuaca memang agak sedikit teduh karena dilangit terlihat awan hitam begitu mesra menempel  dikawanan awan putih. Aku pun mampir kesebuah toko bunga untuk membelki pesanan nisha  tadi. Ketika bunga mawar sudah kubeli. Aku pun berlanjut menuju pulang kerumah orang tuanya nisha, karena disana nisha sementara tinggal.
Ketika sampai dirumah orang tuanya nisha, aku terkejut begitu banyak mobil berpakiran didepan rumah, dan orang-orang ramai datang kerumah orang tuanya nisha.
“ada apa ini”tanya ku dalam hati dalam perasaan cemas
“oh, mungkin keluarga nisha dari jauh datang” kataku menenangkan pikiran
Akupun bergegas masuk, kudapati ibu nisha menangis-nangis didalam rumah. Terbujur kaku sebuah jasad perempuan didepannya. Dan ketika adikku menghampiriku
Dan menangis sambil berkata
“kak nisha bang”jawabnya terbata-bata
“ada apa dengan nisha?”tanya ku cemas
“kak nisha….”jawab nayla tak meneruskan
“dia meninggal man”sahut abinya nisha kepadaku
“apa!!!!!” kataku seakan tak percaya
Kubuang seikat  mawar yang kugenggam dari tadi
Aku pun berlari menuju jasad nisha. Aku pun hanya bisa menagis histeris tak tertahan. Begitu berat kurasakan, kupeluk erat-erat jasadnya dan kucium-cium tak henti-hentinya.
“Sudah man, ikhlaskan saja” kata pamannya nisha
“kenapa om nisha?”tanya ku terisak-isak
“dia terjatuh dari tempat tidur ketika mau kekamar mandi” jawab paman kepadaku
“mengapa tidak diberitahu aku??”sesal ku kepada pamanmu
“sudah, tapi handphone mu mati” kata pamannya
Kurogoh celanaku, dan ternyata benar,handphone ku mati.
Akupun kembali memeluknya. Tak bisa ku ungkapkan lagi ketika rasa sayang itu telah tumbuh di hatiku, dan harus layu begitu saja.

***

esoknyanya jenazah nisha dikuburkan di pemakaman keluarga . aku pun tak bisa berhenti menahan tangisku. Tangisan sayang yang tak bisa kuungkapkan. Tapi apalagi itu semua telah terjadi. Onggokan tanah  merah itu perlahan menutupi jasad istriku nisha.
Aku pun hanya bisa berbicara sendiri, memaki-maki diriku sendiri. Karena hampir tak pernah aku berikan hal terindah untuk nisha. Dan ternyata kecupan kemaren dan telepon dari nisha adalah pengabdian terakhir nisha untuk suami tercintanya. Dan gundukan itu telah diguyuri air bunga-bunga yang harum.

***
Kubuat sebuah syair indah untuk mu yang telah kusia-siakan selama ini. Kalau seandainya ku bisa untuk membeli waktu, ku ingin membelinya agar kau bisa kembali lagi padaku, dan ku janji akan kubuat sebagai bidadari terindah didalam hidupku.
Itulah ratapanku   digundukan tanah merah yang tersimpan jasad istri yang ku sia-siakan selama ini. Dan mungkin inilah buah dari kebodohanku selama ini.

Masih perih perasaan yang ku rasakan saat ini. Betapa tidak, ketika mulai sekelopak bunga cinta yang mulai tumbuh di hatiku, harus layu hari ini. Bergejolak rasanya hati ini, merontah, berontak bathin ini. Aku terlalu egois. Mengapa? Mengapa harus hari ini? Mengapa? Mengapa tidak dari dulu kau sadarkan hati ini tuhan? Aku seolah berontak kepada tuhan, aku menyalahkan tuhan. Aku hanya bisa menghela nafas. Yah nafas yang sebenarnya tak ingin lagi kudapatkan. Tapi apa? Apa lagi yang harus ku tulis, apalagi yang harus ku ungkapkan? Dan mungkin ketika orang mendengar rasa sesalku ini, mungkin mereka hanya bisa tertawa. Andaikan pelangi itu hadir ketika sebelum hujan. Mungkin tak akan ada rasa sesal seperti ini. Dan mungkin inilah jalan hidupku.



THE END

0 komentar: